Guys, hari ibu memang masih lama. 22 Desember ya! Tapi aku tidak akan menunggu sampai tanggal 22 Desember, karena kelamaan hehe. Aku ingin mengucapkan itu sekarang, karena entah aku akan masih bersama dengannya lagi atau enggak. Lho?
Postingan ini bukan tentang Bunda, Ibu kandungku atau juga Ibu mertuaku. Karena baik ibu kandung atau mertuaku, keduanya dipanggil dengan nama panggilan yang sama yaitu “Mimi”. Bunda di postinganku ini adalah tentang orang yang sudah menjadi bagian dari keluargaku, yaitu orang yang sudah membantu mengasuh dan menjaga anak-anakku selama ini. Ya.. dengan memanggil “Bunda” sebagaimana anaknya memanggilnya. Kami ingin agar anak-anakku menjadi lebih dekat dan memandangnya sebagai bagian dari keluarga kami. Kami tidak ingin menciptakan batas antara “asisten” dan “majikan” dan kami juga sudah tidak menganggap beliau sebagai orang lain di rumah kami. Dan kami berusaha menciptakan jalinan kekeluargaan yang semoga membuat kita nyaman selama ini.
Semenjak usia Arfa 3 bulan (sekarang 6.5 th) kami menerima Bunda di keluarga kami. Waktu itu kami masih ngontrak di rumah petak yang sangat sederhana dan belum memiliki rumah sendiri seperti sekarang. Bunda dikenalkan kepada kami oleh seorang senior ART (Asisten Rumah Tangga) di sekitar komplek rumah kami. Alhamdulillah, kami sejak setelah menikah langsung hidup mandiri dan lebih memilih tinggal dekat tempat kerja kami.
Istriku sudah cukup lama menjadi seorang pengajar di sekolah negeri dekat tempat tinggal kami. Setiap hari aku antar jemput dan mungkin sudah menjadi rutinitas harian dari sebelum punya anak sampai sekarang sudah mau punya 4 anak. Cukup melelahkan memang tapi mau tidak mau sementara ini.. itulah kondisi yang harus kami syukuri.
Waktu itu, anak bunda juga masih kecil.. masuk sekolah TK ketika bekerja di rumah kami dan sekarang sudah kelas 6 SD dan istriku yang mengajar di sekolahnya. Karena istriku mengajar dan menjadi wali kelas 6.
Perjalanan terus berlalu, hampir setiap dua tahun alhamdulillah anak kami berturut-turut lahir. Hingga saat ini anak kami 3, dan insya Allah akhir tahun ini akan lahir juga anak kami yang ke-4 (mohon do’anya ya guys..). Sebenarnya aku juga tidak menyangka akan diberikan amanah anak-anak yang begitu cepat. Memang yang usianya seumuranku dan nikah di usia 24-25 tahunan mereka sudah punya anak 4 (kalau tidak ikut KB ya :D) dan memiliki rentang waktu antara 1 anak dengan anak yang lainnya masing-masing 2 tahun hehe. Jadi waktu itu aku nikah akhir tahun 2010, dan di akhir tahun 2018 ini…anakku insya Allah 4. Waduh.. udah kaya produksi anak aja nih hehe.
Karena dari sebelum nikah, istriku memang sudah mengajar maka setelah nikah pun istriku lanjut mengajar. Dan aku memang belum bisa menghentikan aktivitas mengajarnya. Biarlah ada saatnya nanti ketika aku sudah mampu dan bisa membuat istriku bahagia.. istriku bisa aja berhenti mengajar. Tapi entahlah.. sampai sekarang semuanya masih disyukuri saja selama istriku masih mampu dan merasa enjoy dengan aktivitasnya selama ini. Toh, mengajar merupakan pekerjaan yang mulia.. disamping kadang suka terpusingkan dengan banyaknya tetek bengek administrasi atau konflik di tempat kerja.
Dengan aktivitas istriku mengajar. Otomatis dia tidak bisa full time menjadi seorang Ibu. Terutama ketika dia berada di sekolah ya! Kalau sekarang normalnya istriku harus standby di sekolahan dari pukul 7 pagi sampai pukul 2 siang. Jadi sekitar 6 jam anak-anakku tidak bisa bareng mamamnya. Sebenarnya hanya 1/4 nya saja dari keseluruhan waktu yang ada, tetap anak-anakku lebih banyak berinteraksi dengan mamamnya dibanding dengan pengasuhnya karena waktu dulu sebelum diberlakukan absensi pulang jam 2 siang. Biasanya Bunda hanya sampai pukul 12 siang aja membantu menjaga dan mengasuh anak-anak.
Kalau dihitung-hitung, berarti sudah 6 tahun lebih Bunda membantu keluarga kami. Sempat terpotong sih, sewaktu istriku kuliah S2 empat tahun yang lalu. Tapi waktu itu Afa, anak pertama kami masih belum sekolah kalau tidak salah jadi kami masih tetap meminta bantuan Bunda untuk tetap ke rumah. Ya, kami sebenarnya sangat terbantu dengan adanya pengasuh yang standby di rumah. Selain bisa sekalian menjaga rumah kami, kami lebih merasa tenang jika anak-anak bermain dan beraktivitas di rumah sendiri.
Waktu terus bergulir, pertengahan 2014 anak kedua lahir dan pas ada panggilan kuliah S2 akhirnya anak kedua pun dibawa ke luar kota. Ini sebenarnya menjadi satu bagian cerita sendiri. Nanti aku share juga tentang cerita aku LDR an sama istri dulu hehe. Dan pertengahan 2016, alhamdulillah anak ke-3 ku lahir. Alhamdulillah anak ketiga ini perempuan dan juga ketahuan hamil ketika istri masih kuliah S2 di luar kota. Sungguh suatu keajaiban memang dan anugerah dari Allah.. pasangan yang saling berjauhan tapi produksinya menghasilkan xixi.
Nah, ketiga anakku ini semuanya memiliki ikatan yang kuat dengan Bundanya. Karena pernah merasakan diasuh dari kecil. Yang full itu anak pertama, kalau anak kedua pernah lama dibawa neneknya sewaktu istriku hamil anak ketiga, dan anak ketiga juga cukup kuat bondingnya apalagi anak perempuan biasanya lebih lengket dibanding anak laki-laki.
Untuk sekarang ini, sebenarnya dengan kondisi anak-anakku yang sudah cukup besar. Aku tidak begitu kewalahan, anak pertama sudah sekolah SD Fullday dari pukul 7 pagi pulang pukul 4 sore. Kalau anak kedua, sekolah di TK tapi belum fullday hanya sampai 10.30 saja. Anak ketiga ( 2 tahun 3 bulan) masih full di rumah dan belum ada rencana untuk masuk sekolah lebih dini kecuali darurat 😀
Nah, anak ketiga ini yang masih belum terkondisikan karena harus full di rumah, jadi aku masih perlu bantuan pengasuh yang akan menjaga anak ketiga dan anak kedua yang pulang sekolah pukul 10.30 sampai istriku pulang. Paling yang paling full itu hari Sabtu..karena hari Sabtu anak pertama dan kedua sekolahnya libur jadi harus menjaga dan mengasuh 3 anak sekaligus. Memang merepotkan tapi Insya Allah anak-anakku selama ini selalu aku ajari untuk tidak merepotkan orang lain terutama pengasuhnya. Paling yang suka bikin pusing itu, kalau anak-anak udah pada ribut rebutan mainan atau makanan hehe papap mamamnya aja suka dibikin puyeng ^_^
Dengan kondisi seperti sekarang ini.. kami selalu berusaha membuat nyaman Bunda, pengasuh kami. Kami tidak membebankan pekerjaan-pekerjaan rumah semisal mencuci baju dll, paling sebisa dikerjakannya saja. Entah sedikit mencuci piring, melanjutkan mencuci baju di mesin cuci dan menjemurnya dan yang paling belum bisa kami kerjakan adalah nyetrika. Sebenarnya aku bisa membantu semua itu, tapi terkadang aku malas untuk menyetrika baju-baju gamis dan hijab istriku.. aku kurang rapi dalam melipatnya, kecuali mungkin digantung memakai hanger tapi menyetrika baju hijab syar’i itu membutuhkan dua kali tenaga menyetrika baju/celanaku dan anak-anakku hehe jadi terkadang aku sisakan saja baju istriku jika memang dirasa Bunda tidak sempat mengerjakannya.
Kami selalu bilang, bahwa pekerjaan rumah jangan terlalu dihiraukan. Kami hanya fokuskan ke pengasuhan anak-anak saja. Paling ya itu tadi kami minta bantuan untuk menyetrika saja sesempatnya. Selain itu insya Allah kami bisa mengerjakannya. Kami tidak mau semena-mena kepada asisten. Kami ingin mereka jadi partner kami di rumah, kami tidak mengajarkan kepada anak-anak untuk menyuruh dan memerintah dengan tidak sopan. Kami selalu mengajarkan untuk meminta tolong jika perlu bantuan dan tidak boleh bersikap tidak sopan.
Alhamdulillah, mudah-mudahan dengan sikap kami seperti itu Bunda bisa betah bersama kami. Kami tidak ingin seperti asisten-asisten di sekitar komplek rumah kami yang mungkin dibebani dengan setumpuk kerjaan dan beberapa faktor lain yang mengakibatkan asisten tidak betah atau si pemilik rumah memberhentikannya. Kami tidak ingin bergonta-ganti pengasuh, karena itu akan berpengaruh pada kondisi psikis anak-anak kami. Kami sudah nyaman dan percaya sama Bunda, dan kami berharap Bunda terus bersama kami.
Tapi akhir-akhir ini kami sedang galau.. karena setelah izin satu pekan setelah membantu saudaranya hajatan pernikahan. Tiba-tiba bunda sakit dan butuh istirahat sehingga tidak bisa ke rumah lagi. Kami galau segalaunya. Sempat dibantu sama Ibu mertua tapi Ibu mertua tidak bisa terus menerus membantu kami. Apalagi aku merajuk untuk dibantu oleh Ibu kandungku.. Beliau mungkin lebih dibutuhkan oleh Bapakku yang mereka kini hanya hidup berdua setelah anak-anaknya berumahtangga.
Sempat juga kami antarkan ke saudaranya istri, tapi anakku tidak betah dan aku juga ragu karena lingkungan rumah saudaranya istri kurang begitu kondusif. Dengan penolakan anakku tersebut aku tidak ingin memaksanya karena kasihan.
Akhirnya aku pun dengan istriku berbagi waktu. Aku kadang minta izin sama pimpinan di tempat kerja untuk bisa membawa anak ke kantor atau meminta izin masuk agak siang bergantian dengan istriku. Pernah juga anak ketigaku dibawa ke sekolahan istri, tapi karena istriku sedang hamil dan anakku suka rewel akhirnya aku bilang lebih baik tidak usah karena nanti akan merepotkan.
Akhirnya selama Bunda izin sakit, aku dan istriku berusaha memaklumi dan memberi waktu agar Bunda bisa beristirahat terlebih dulu. Aku minta tolong agar Bunda tetap bersama kami, kami tahu.. mungkin bisa saja Bunda sudah merasa bosan, jenuh dan mungkin juga cape. Kami juga merasakan sendiri mengurus dan mengasuh anak-anak itu tidak mudah. Perlu kesabaran ekstra dan hati yang lapang. Mungkin kadang anak-anak kami rewel atau kadang tantrum dengan berbagai sebab ketika kami tidak ada. Kami sangat memakluminya.
Kami galau, karena sebentar lagi anak ke empat kami insya allah akan lahir beberapa bulan lagi. Kami sudah pasti membutuhkan pengasuh yang akan membantu kami ketika kami bekerja. Tahun depan, anak kedua kami akan kami sekolahkan di TK fullday, bahkan anak ketiga juga mungkin akan kami coba sekolahkan di playgroup agar beban pengasuh kami tidak terlalu berat.
Mencari pengasuh anak itu tidak mudah.. karena harus dibangun di atas kepercayaan kami untuk menitipkan dan menjaga anak anak agar mereka terkondisikan semuanya dengan baik selama kami bekerja di luar rumah.
Jika benar bunda tidak bisa lagi ke rumah kami.. dengan berat hati kami harus berusaha mencari dan memilih orang yang tepat dan bisa sedekat bunda dengan anak-anak.
Kami tidak bisa mengandalkan orangtua kami untuk menjaga anak-anak. Kami harus mandiri dan survive dengan kondisi yang ada saat ini.
Kami jujur, kami memang belum menjadi orang tua yang baik untuk anak-anak tapi kami selalu mengusahakan yang terbaik untuk mereka. Di atas segala dilema, istriku bahkan sempat mengutarakan niat ingin cuti mengajar, tapi aku selalu berusaha meyakinkannya dan menyemangatinya dan berdo’a semoga ada jalan terbaik untuk kami.
Dalam postingan ini, kami berdo’a semoga bunda senantiasa sehat dan selalu dijaga Allah. Sudah sepekan, Rai diantar ke rumah bunda, alhamdulillah walau kadang kami merasa repot tapi kami terus menjalaninya dan terima kasih masih mau menjaga Rai di rumah Bunda.
Kami hanya ingin yang terbaik untuk kami dan anak-anak. Terima kasih atas bantuan bunda selama ini. Kami mungkin belum bisa memberikan yang terbaik selama bunda bersama kami. Kami minta maaf jika kami ada salah dan khilaf. Dan juga atas sikap anak-anak yang mungkin kurang berkenan.
Semoga bunda bisa kembali ke rumah kami. Dan jikalau seandainya dengan sebab lain bunda tidak bisa lagi bersama kami. Kami masih tetap menganggap bunda bagian dari keluarga kami dan “bunda”nya anak-anak yang mungkin mereka belum bisa mengucapkan terima kasih secara langsung. Tapi.. kami yakin hati mereka merindukan bunda kembali ke rumah dan bisa bersama kami lagi.
Sekali lagi.. terima kasih bunda atas 6 tahun lebih kasih sayang dan ketulusan dari hati untuk anak-anak kami. Hanya Allah yang bisa membalasnya. Aamiin.