Temperamen menurut KBBI adalah sifat batin yang tetap mempengaruhi perbuatan, perasaan, dan pikiran (periang, penyedih, dan sebagainya), adapun menurut Wikipedia, Temperamen adalah gaya perilaku seseorang dan cara khasnya dalam memberi tanggapan. Beberapa individu bertemperamen aktif, sedangkan yang lainnya tenang. Deskripsi ini menunjukkan adanya variasi temperamen.
Ilmuwan yang mempelajari temperamen berusaha mencari cara terbaik mengklasifikasikan temperamen. Klasifikasi paling terkenal adalah klasifikasi oleh Alexander Chess dan Stella Thomas. Mereka percaya bahwa ada tiga tipe atau jenis temperamen:
- Anak mudah biasanya memiliki mood positif, cepat membangun rutinitas, dan mudah beradaptasi dengan pengalaman baru.
- Anak sulit cenderung bereaksi negatif, cenderung agresif, kurang kontrol diri, dan lamban dalam menerima pengalaman baru.
- Anak lambat bersikap hangat biasanya beraktivitas lamban, agak negatif, menunjukkan kelambanan dalam beradaptasi, dan intensitas mood yang rendah.
Setiap anak memiliki temperamen yang berbeda-beda, bahkan pada saudara kandung atau saudara kembar pun biasanya tidak ada yang memiliki kesamaan dalam temperamen. Jika anak memiliki temperamen yang positif tentunya hal tersebut tidak menjadi masalah bagi orang tuanya, namun bagaimana halnya jika anak memiliki temperamen yang negatif semisal memiliki temperamen yang tinggi, suka marah, suka ngamuk dsb?
Sifat/temperamen pada anak bisa jadi terbentuk karena sifat turun temurun yang diwariskan oleh orang tua dan bisa juga karena faktor lingkungan. Ada banyak faktor penyebab anak menjadi seorang yang bertemperamen tinggi, misalnya ada sesuatu yang tidak sesuai dengan harapannya, orang tua yang ingkar janji, dipaksa melakukan sesuatu, meniru perilaku buruk orang tua, cemburu pada adik karena lebih diperhatikan, kurangnya perhatian, dan lain sebagainnya.
Untuk mengatasinya, orang tua harus mengetahui terlebih dulu faktor penyebabnya. Dari sini, Anda akan lebih mudah untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasinya. Misalnya, anak sedang marah karena orang tua ingkar janji. Untuk mengatasinya, Anda harus segera menepati janji tersebut. Selain itu, Anda juga harus meminta maaf atas sikap Anda yang ingkar janji.
Kebiasaan marah-marah pada anak-anak mungkin juga terjadi karena mereka memang belum mampu berbicara dengan berbahasa yang baik dan anak mengalami kesulitasn untuk menyampaikan keinginannya. Sementara itu, orang tua pun tidak memahami atau kurang peka terhadap keinginan anak tersebut. Jika ini yang terjadi, ajak anak berbicara dan minta mereka untuk mengatakan keinginannya, baik dengan cara memperagakan lewat tangan atau benda yang mewakili keinginannya tersebut.
Karakter setiap anak tentu berbeda-beda. Sebagian anak mengekspresikan kemarahannya dengan cara yang mudah dikenali sehingga orang lain dapat memahami kemarahannya. Selain itu, ada pula sebagian anak yang tidak menampakkan kemarahannya sehingga orang tua pun menjadi bingung. Kemarahan-kemarahan seperti ini hanya bisa dilihat dari bahasa atau gerak gerik tubuhnya. Disinilah orang tua dituntut untuk peka terhadap kondisi dan karakter anak dalam mengungkapkan kemarahannya. Bagaimanapun, ikatan emosional oran tua dan anak sangat kuat, sehingga orang tua pasti lebih mudah untuk mendeteksi keinginan anak.
Jika akar permasalahannya sudah diketahui, coba minta anak untuk berbicara. Berikan kesempatan pada anak untuk mengatakan apa yang membuatnya marah. Tunggu sampai anak selesai berbicara, jangan potong, apalagi menyalahkan. Kalau anak memang masih belum mau membicarakannya, sebaiknya jangan dipaksa. Jika anak nangis, tunggulah sampai anak selesai menangis. Biarkan ia melepaskan semua emosinya sampai anak-anak benar tenang dan mau mengungkapkan kekesalannya dan nyaman bercerita.
Sumber: Tanya Jawab Parenting – Bunda Novi
gambar : http://www.dailymoslem.com/wp-content/uploads/2015/12/angry-730×400.jpg
good papz.. lebih mngerti dan memahami lalu si anak akan menuruti kita 😀