Si Kecil sudah mulai banyak berceloteh. Sisi psikis dan rasa sosialnya juga sudah mulai berkembang. Ada aja celotehannya setiap hari..
Saya dan mamamnya terkadang terlibat perseteruan yang mengakibatkan terjadinya perang dingin. Dan sering juga ngomel-ngomel di depan Arfa, mengeluarkan unek-unek saya terhadap istri. Arfa sudah ngerti jika papap atau mamamnya sedang marah.
Jika marah sama istri biasanya saya akan ngomel-ngomel dan membantah setiap perkataannya panjang lebar, namun tak jarang juga saya diam atau keluar dari rumah. Begitu juga ketika saya marah sama si kecil, sesekali saya saya berkata dengan intonasi yang tinggi atau bahkan membentak. Duh, padahal sih kalau udahnya suka merasa bersalah dan tentunya semoga si kecil cepat melupakannya karena sudah pasti kasih sayang saya jauh lebih besar dibanding kebencian ketika si kecil tersebut melakukan kesalahan baik yang dia sengaja atau tidak.
Hmm.. marah di depan anak memang tidak baik. Baik itu ketika kita marah sama pasangan lalu menampakan situasi tersebut di depan anak, atau malah marah kepada anak itu sendiri. Ini akan menimbulkan konflik batin bagi anak-anak. Apalagi jika disertai dengan kekerasan fisik, maka hal tersebut pasti akan memberikan trauma di sepanjang hidupnya.
Mungkin, ketika terjadi sebuah konflik terkadang kita tidak bisa menyembunyikannya di depan anak, atau malah dengan tidak sengaja juga ngomel-ngomel sama pasangan di depan anak. Tapi sebisa mungkin walaupun sedang ada masalah, anak jangan pernah sekalipun dilibatkan dalam masalah orang tuanya. Anak belum mengerti apa yang menjadi persoalan orang tuanya dan ia hanya akan mendapatkan efek negatif dari situasi yang menegangkan, bentakan dan omelan bahkan mungkin jika sampai terjadi kekerasan fisik.
Saya suka miris jika melihat banyak orang tua yang bertengkar di depan anaknya, atau bahkan memarahi anaknya di depan umum. Semua orang tua pun dulunya pasti merasakan menjadi anak-anak, dan memang sering disini terjadi sebuah siklus tanpa henti yang dimana terjadi bentuk pengulangan karakter dan situasi yang juga diturunkan dan diwariskan dari orang tua kepada anak-anak begitu terus di setiap jamannya. Maksudnya, bisa jadi sekarang Anda kini menjadi orang tua dan dulu ketika menjadi seorang anak, Anda juga sering dimarahi oleh orang tua Anda. Nah, hal ini akan menjadi sebuah bentuk pengulangan karena Anda dulu dididik dengan seperti itu, maka hal itu pulalah yang akan Anda ajarkan kepada anak Anda saat ini. Selalu marah-marah kepada Anak ketika ada suatu masalah..
Saya suka tersenyum sendiri ketika suatu saat Arfa nyeletuk sama Mamamnya ” Papap.. marah ya sama Mamam..” Waktu itu memang Saya habis sedikit ngomel-ngomel sama istri masalah keuangan keluarga. Saya dan istri ketawa malu.. Atau ketika Arfa pengen makan permen dan biasanya Mamamnya akan ngomel.. maka Arfa suka bilang “Mamam..jangan marah yaa..” Hmm.. anak dua tahun ternyata udah hafal dengan sifat dan karakter orang tuanya. Sekali lagi sebagai orang tua, yuk sebisa mungkin kita bersikap lembut sama anak. Dan tidak menyamaratakan sikap kita kepada anak sebagaimana sikap kita kepada orang dewasa. Kalau mau memberitahu sesuatu, maka selalu dan selalu beri pengertian dan dengan kata-kata yang baik. Buat anak mengerti sebuah konteks sebab dan akibat, maka otaknya yang cerdas pasti akan menangkap maksud kita. Tidak ada kata-kata kasar, intonasi tinggi, apalagi jeweran, cubitan dan pukulan.
Anak kita memang belum banyak mengenal kehidupan, dia masih belajar dan bereksplorasi. Dia terkadang hanya ingin tahu, atau bahkan berniat ingin membantu, seringnya anak berbuat keliru. Membuat berantakan, memecahkan piring, menumpahkan susu, bermain hingga pakaiannya kotor, dan hal-hal lain yang di mata orang tua itu adalah sesuatu yang keliru. Namun di mata anak belum tentu itu salah kan? Ah.. ternyata menjadi orang tua jadi banyak belajar ya ^^ dari tingkah laku si kecil kita bisa menjadikan diri kita menjadi orang tua yang lebih baik dari orang tua kita dulu. Dan kita bisa mengubahnya sekarang. Yuk.. 🙂
Waah…. yg baru mau jadi orangtua, bisa belajar banyak dari tulisan ini 🙂
sip.. kapan nyusul?
orang tua pun bisa belajar dari anak. Jadi sama-sama belajar
bener mbak.. kadang anak juga punya tingkat kecerdasan di atas ortunya ^^
Sebisa mungkin anak jangan sampai tahu kalau kedua orangtuanya sedang adu ‘tanduk’ kemarahan, secara tidak semua anak bisa bercoleteh langsung seperti Arfa, kalau dalam diam anak menyimpulkan sendiri kan bahaiya ya Pap.
*Ternyata si Akang masih aktif euyy.
hehe iya alhamdulillah dengan lancarnya komunikasi dengan anak memudahkan kita masuk ke dalam dunianya.. masih aktif koq mbak 🙂
Harus lebih belajar sabar mas sama anak.
yups bener banget mas 🙂
Kalau saya begini Papz: Marah di depan anak itu mestinya marah yang berkualitas…
haha benar juga mas.. marah walau bagaimanapun sudah pasti akan terjadi apalagi spontanitas.. namun mungkin jika berkualitas bukan marah maksudnya .. karena terkadang kita juga harus tegas.. jujur saja dalam praktiknya saya juga suka keceplosan untuk marahin anak 😀
Ya kebanyakan orang tua mendidik anaknya dengan keras sampe marah-marah, itu membuat tekanan terhadap anak itu tersendiri. Seharusnya mendidik anak itu dengan pelan-pelan, dekatkan dirinya dengan sang pencipta, agar menjadi pribadi yang baik dan sholeh/ah..
yup betul banget.. yuk jadi ortu yang baik 🙂
dilema ya, tapi sebisa mungkin kita bisa mengkontrol amarah, seperti di jelaskan diatas, kadang suka menyesal setelahnya 🙂
mengkontrol amarah memang sulit tapi harus terus kita coba 🙂