Btw, ketika bujangan dulu saya sering merasa galau dengan kesendirian saya. Maklum jomblo gan hehe. Saya sering menulis puisi-puisi galau dan mempostingnya di blog. Tapi kini setelah menikah dan mempunyai anak, saya tak bisa lagi berpuitis ria dengan kesendirian, kegelisahan dan keresahan. Yang ada adalah masalah-masalah realistis yang harus dicarikan solusinya.
Dan tidak tepat juga kalau masalah rumah tangga ini dijadikan puisi hehe. Atau bisa saja sih saya bikin puisi tentang kondisi kekurangan uang di akhir bulan, atau tentang suka duka hidup ngontrak 😀 tapi nanti dibilang lebay lagi hehe.
Dan sambil bernostalgia tentang masa bujangan dulu. Saya akan share kembali puisi galau saya ketika saya menanti bidadari (sekarang menjelma jadi mamamnya Arfa :D)
Ini dia kegalauan saya tersebut…
Menunggu Hadirmu
Dalam temaram gelap di balik cahaya putih yang memendar guratan perih asa yang terhempas..
Menghujam dibalik kerasnya dinding hati yang menjadi buas saat malam menyapa…
Kau kah itu yang datang membawaku sejuta kesedihan dibalik tawa..
Kau kah itu dengan sayap-sayap patah mengajakku terbang dengan luka mengucurkan darah..
Walau yakin ku tak bisa menjalani semua mozaik kehidupanku..
Tapi kata-katamu yang sesejuk embun pagi telah memaksaku bangun dan bertahan..Entah..walau terseok dalam gelapnya jalan pulang..
Entah..walau kau juga sama lemahnya seperti aku..
Nah, gimana? Ada yang bisa menangkap maksudnya gak? Jadi waktu itu, istri saya pun masih sama-sama galau dari banyak sisi ketika keinginan menikah itu hadir. Namun dengan takdir Allah akhirnya saya menikah juga. Dan yeah.. ternyata Allah memang Maha Berkehendak, hingga saat ini saya masih tetap survive dengan keluarga walau sering jatuh bangun dan terseok-seok. Alhamdulillah…